Header Ads

Ing Ngarso Sung Tulodo Ingmadyo Mbangun Karso Tutwuri Handayani

Tribratanews.kepri.polri.go.id – Ada yang baik untuk direnungkan pada momen Hari Pahlawan 2017 ini, rata – rata generasi sekarang  sedikit malas untuk mengenali secara lebih dalam tentang tokoh – tokoh, tentang pahlawan yang telah berjasa dalam memperjuangkan Indonesiahingga merdeka yang hasil dari nikmat kemerdekaan itu sudah kita rasa selama ini.

Kita bangsa Indonesia termasuk bangsa yang sangat beruntung memiliki tokoh – tokoh pejuang yang tidak sedikit dan masing – masing dari mereka memiliki karakter ataupun nasehat yang sampai saat sekarang mesih sangat indah untuk di jadikan pedoman hidup. Perjuangan para pendahulu belumlah mati bahkan cita – cita mulia itu kini diwariskan kepada kita semua sebagai penerus untuk tetap mewujudkannya dengan berkarya maksimal sesuai  jamannya.

Mencari materi renungan untuk hari bersejarah seketika itu bukan sesuatu yang mudah, tergesa – gesa  bernafsu ilmiah,  sehingga memaksakan diri untuk menemukan korelasi tema  agar tetap relevan dengan kondisi kekinian, alih – alih berujungfrustasi dan gagal focus dalam menentukan pilihanakibat begitu banyaknya tokoh pahlawan kita yang berkarakter kuat namun tetap baik untuk dijadikan suri tauladan dan yang terpenting adalah mudah dituangkan dalam sebuah tulisan yang mempunyai nilai inspiratif.

Membolak- balik halamanGooglesementara hati masih berkeinginan menuliskan sesuatu mungkin satu – satunya jalan pintas yang paling sederhana pada jaman ini,memilah sesuatu yang menarik perhatian di sela carut marut berita – berita politik. “ Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madyo Mangun Karso, Tutwuri Handayani” ajaran luhur tentang kepemimpinan ala Pahlawan Nasional Ki Hajar Dewantoro barang kali menarik untuk di kaji dari pada menyimak teori – teori barat yang rumit dan terlampau detail, melainkan hanya tiga rangkaian kata – kata bijaksana akan tetapi bernilai filosofis teramat dalam.Banyak orang yang mengaku pemimpin namun belum bisa atau mau mengikuti ajaran sang Pahlawan, karena memang tidakbegitu nyamanbahwa ternyata pimpinan itu juga melayani dalam versi lain. Seorang karyawan bijak berkata “…akan kami angkat bapak, setinggi – tingginya agar dunia melihat, tapi tolong siapkan kami anak tangga..”.karyawan ini hanya ingin menunjukkan adanya peran masing – masing meskipun pada ruang yang berbeda, coba bedakan jika atasan kita berharap anak buahnya dapat mengangkat tinggi sampai dilihat atasan yang lebih tinggi lagi, ketika ditanyakan persoalan “anak tangga” jawabannya “..carikan sekalian anak tangga itu..”,

 “..ongkos angkutnya, Pak..?”

“…termasuk ongkosnya juga, syukur – syukur bisa lebih.., bisa untuk beli  minyak…”

Bagi umat Islam mungkin banyak yang sudah memahami tentang sabda Rasulallah :

“ Ketahuilah masing-masing kamu adalah pemimpin, yang kelak akan dimintai pertanggungjawaban terhadap apa yang dipimpinya”, artinya semua kita ini adalah pemimpin so pasti pernyataan di atas berlaku bagi kita semua, tergantung di strata mana kita berada.

            Jauh – jauh pada jamannya seorang Ki Hajar Dewantoro telah mengajarkan sesuatu teori tentang seni memimpin itu seperti apa, sudah barang tentu yang dimaksudkannya adalah pemimpin yang ideal dan lebih khusus lagi untuk orang Indonesia, yang menarikdari pada itu bahkancara beliau menggambarkan seorang pemimpin dengan cara sangat sederhana dan wajar,  yakni penempatan diri subjek tentang bagaimana seharusnya tatkala di depan, di tengah dan di belakang, di mana lebih dari itu tidak ada sesuatu yang lain untuk menggambarkannya.

Penggabaran “di Depan” , mestinya pemimpin ada di depan, berniat ada di depan anak buahnya, bukan seorang pemimpin jika tidak berada di depan dan ketika sudah di depan pemimpin senantiasa memberi contoh yang patut untuk di jadikan tauladan, bukanlah contoh yang tidak layak untuk ditauladani. Jika anda seorang pemimpin sekali – kali bertanya dalam hati..” adakah suatu keadaan yang membuat anda malas, takut atau enggan berada di depan ?”, bahkan tak tau kapan waktunya berada di garis depan. Banyak dari kita yang pemimpin ini “gagal posisi” selalu berada di belakang ketika di butuhkan di depan namun mendahului ke depan ketika harus di belakang.

            Pemimpin juga ada ditengah – tengah karyawan atau anggotanya, “..tiada hal yang paling baik bagi saya, kecuali berada di tengah – tengah anak buah …” (Panglima Besar Jenderal Sudirman). Pemimpin harus berkehendak untuk berada ditengah anak buah, bukan secara kebetulan, halini agar pimpinan sebanyak mungkin memahami kesulitan sekaligus kebutuhan yang dialami bawahan. Jika seorang pemimpin “jaim” dan enggan berada di tengah bawahan bisa jadi tidak akan tahu atau tidak pingin mengetahui secara pasti apa yang sedang berlaku di sekitar mereka, kesulitan, kebutuhan, keadaan yang membutuhkan campur tangan atasan, tidak jarang ditemukan karakter seorang pemimpin yang selalu ingin tahu apapun yang menjadi tanggung jawab bawahannya, bahkan ada yang sampai menyempatkan diri belajar khusus (kursus) dengan tujuan supaya mengerti apa yang menjadi objek tehnis pekerjaan bawahan, sehingga akan mudah menyelami seluk beluk atau minimal sekedar dalih supaya dapat membaur dengan mereka. Ketika berada di tengah bawahan pemimimpin yang demikian ini akan menjadi motivator, membantu mencarikan solusi serta membangun semangat kerja untuk kebaikan organisasi termasuk orang – orang  dalam organisasi.

Tut wuri Handayani ..Memberi daya kekuatan baik moril ataupun materiil demi kesuksesan kerja bawahan yang bukan saja terbatas pada kondisi kerja bahkan sampai pada keadaan rumah tangga mereka. Segiat dan sepintar apapun bawahan, dalam kondisi psikologis terganggu akibat keadaan keluarganya akan sangat berpengaruh dalam kesempurnaan penyelesaian kerja, keadaan yang demikian ini sangat merugikan organisasi yang senantiasa memasang target kerja optimal, sebaliknya jika pimpinan dapat hadir dalam memberikan solusi persoalan mereka, bukan hanya pencapaian kerja yang sesuai yang didapat organisasi akan tetapi menambah semakin harmonisnya hubungan atasan bawahan yang tidak hanya dalam kapasitas kerja bahkan hubungan pribadi secara emosional.

Begitulah kiranya jika ingin menjadi pemimpin idial menurut kriteria Ki Hajar Dewantoro terasa sulit karena tidak begitu nyaman. Jalan mendaki memang terasa berat namun jika tidak mempu melewati minimal jalan datar bisa jadi alternatif pilihan, asalkan bukan justru memilih jalan menurun kemudian mengabaikan ajaran adi luhung yang sesungguhnya sarat dengan keindonesiaan itu.

Penulis   : Edi

Editor     : Edi

Publish   : Yolan



from TRIBRATANEWS POLDA KEPRI http://ift.tt/2nGmTO6
via IFTTT

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.