Kekerasan Pada Anak; Jenis-jenis, Penyebab dan Bahayanya https://ift.tt/2KCvDvK

Tribratanews.kepri.plri.go.id – Ada sebagian kondisi yang menyulitkan orang tua dalam menghadapi buah hati sehingga tanpa disadari mengatakan atau melaksanakan sesuatu yang tanpa disadari melakukan kekerasan pada anak yang bisa membahayakan atau melukai anak, biasanya tanpa alasan yang terang. Kejadian seperti inilah yang disebut kekerasan pada anak.
Dalam beberapa riset penelitian, kekerasan pada anak dapat mencakup: penyiksaan jasmaniah, penyiksaan emosi, pelecehan seksual, dan pengabaian.
Berikut ini merupakan bentuk-bentuk kekerasan pada anak:
- Kekerasan emosional. Kekerasan pada anak tidak hanya dalam bentuk fisik, tetapi juga bisa dalam bentuk yang menyerang mental anak. Meremehkan atau mempermalukan anak, berteriak depan anak, mengancam anak, mengatakan bahwa ia tidak baik atau anak buruk, termasuk kontak fisik (seperti memeluk dan mencium anak) yang jarang diberikan orangtua pada anak, merupakan contoh-contoh dari kekerasan emosional pada anak.
- Penelantaran anak. Kewajiban orangtua adalah memenuhi kebutuhan anaknya. Tidak menyediakan kebutuhan dasar anak, seperti makanan, pakaian, kesehatan, dan pengawasan, termasuk dalam bentuk penelantaran anak. Seringkali, perilaku ini mungkin tidak disadari.
- Kekerasan fisik. Terkadang, mungkin orangtua dengan sengaja melakukan kekerasan pada anak dengan maksud untuk mendisiplinkan anak. Namun, cara untuk mendisiplinkan anak sebenarnya tidak selalu harus menggunakan cara-cara fisik yang menyakitkan anak.
- Kekerasan seksual. Ternyata,kekerasan atau pelecehan seksual tidak hanya dalam bentuk kontak tubuh. Tapi, mengekspos anak pada situasi seksual atau materi yang melecehkan secara seksual walaupun tidak menyentuh anak, termasuk dalam kekerasan atau pelecehan seksual.
Seringnya, anak korban kekerasan menanggulangi traumanya dengan cara menyangkal bahwa ia telah menerima kekerasan atau dengan cara menyalahkan dirinya sendiri. Alasan untuk menerapkan kedisiplinan sering digunakan untuk melakukan kekerasan pada anak, sehingga perlakuan ini dibenarkan oleh orangtua dan anak. Padahal, seharusnya tidak.
Pada akhirnya, anak yang pernah mengalami kekerasan saat kecil tidak dapat melihat bagaimana seharusnya orangtua mengasihi dan memperlakukan anaknya dengan baik. Sehingga, kemungkinan besar ia akan tumbuh dengan kemampuan “menjadi orangtua” yang kurang atau buruk. Orangtua korban pelecehan saat anak ini hanya tahu cara membesarkan anak dengan cara seperti bagaimana ia dibesarkan.
Ya, tidak selamanya anak korban kekerasan menjadi orangtua yang juga melakukan kekerasan kepada anaknya kelak. Ada juga anak korban kekerasan yang menyadari bahwa apa yang ia terima bukanlah hal baik. Sehingga, pada akhirnya ia termotivasi untuk tidak melakukan hal yang sama seperti yang ia terima dan justru lebih melindungi anak-anak mereka dari kekerasan.
Anak korban kekerasan harus diberi tahu bahwa apa yang ia terima merupakan hal yang salah dan tidak baik dilakukan, sehingga ia tidak akan berlaku seperti itu kepada siapapun. Anak juga tidak boleh disalahkan terhadap kekerasan yang diterimanya, sehingga trauma anak tidak bertambah buruk dan lebih cepat pulih.
Banyak korban yang dapat mengatasi traumanya dengan dukungan emosional dari orang terdekat atau terapi keluarga, sehingga mereka menyadari bahwa kejadian ini tidak boleh terulang lagi. Anak korban kekerasan bisa diedukasi, diberikan pendampingan, dan terapi untuk memulihkan kondisi psikisnya. Saat sudah memasuki usia dewasa, anak korban kekerasan juga bisa mengikuti kelas parenting dan kelompok pendukung pengasuh untuk belajar bagaimana cara baik mengasuh anak.
Penulis : Rexi
Editor : Edi
Publish : Tahang
from TRIBRATANEWS POLDA KEPRI https://ift.tt/2u0emWm
via
Tidak ada komentar