HUT Brimob Ke 73 : Profil Satuan Brimob, Unit Paramiliter Polri (4) https://ift.tt/eA8V8J
Tribratanews.kepri.polri.go.id – Pada HUT Mobrig ke 16, Presiden RI Soekarno mengganti nama Mobile Brigade jadi Korps Brigade Mobil disingkat Korps Brimob. Sehari-hari satuan ini disebut sebagai Brimob saja. Alasan penggantian nama agar satuan paramiliter ini bebas dari segala yang berbau kolonial dan memiliki nama resmi sesuai kaidah bahasa Indonesia yang baik dan benar (14/11/61). Tidak ketinggalan nama Bataljon Ranger Mobrig 1232 juga diganti jadi Resimen Pelopor Brigade Mobil (Menpor Brimob). Selain mengganti nama satuan, Soekarno juga menganugerahkan tanda penghargaan “Nugraha Cakanti Jana Utama” atas kesetiaan dan pengabdian Mobrig dalam mempertahankan kemerdekaan dan menumpas berbagai aksi pemberontakan di segenap penjuru negeri selama dua windu.
Kian memanasnya situasi konflik RI-Belanda terkait soal Papua Barat pada akhir tahun 1961 mendorong pimpinan ABRI menggelar satu operasi militer gabungan. Sebagai salah satu komponen unit tempur ABRI maka pada Februari 1962 Brimob menyertakan satu resimen untuk menyusup ke berbagai lokasi di Papua Barat. Para penyusup ini berasal dari Menpor. Antara April hingga Agustus 1962 resimen ini beberapa kali berhasil menyusup ke sejumlah lokasi strategis, mengibarkan bendera Merah Putih, mensabotase sejumlah instalasi vital pasukan Belanda dan beberapa kali bertempur dengan pasukan Belanda. Bahkan salah satu kompinya berhasil membebaskan anggota Resimen Para Komando Angkatan Darat dan Pasukan Gerak Tjepat AURI yang ditawan musuh ketika mendarat beberapa saat sebelumnya. Sepulang dari bertugas di Papua Barat, para anggota Menpor ini kembali kepada kesatuan induknya yang telah berganti nama jadi Bataljon Pelopor 32.
Sejak masa awal kemerdekaan satuan Polisi Istimewa dipercaya Presiden Soekarno sebagai pasukan pengawalnya kemanapun ia dan anggota keluarganya bepergian. Maka pada saat pasukan pengawal presiden Resimen Tjakrabhirawa dibentuk pada Mei 1963, Brimob diminta mengirimkan satu batalyon turut bergabung. Untuk itu pimpinan Korps Brimob menugaskan sebagian besar anggota Batalyon Pelopor 32 bergabung ke dalam Resimen Tjakrabhirawa. Agar kemampuannya terdongkrak maka para anggota Brimob yang ikut dalam Resimen Tjakrabhirawa kerap disertakan dalam pendidikan kejuruan lintas udara bersama satuan ABRI lainnya di Pusdik Terdjun Pajung AURI.
Pada awal tahun 1964 Bataljon Pelopor 32 dimekarkan dan digabungkan ke dalam Menpor. Mako Menpor berada di satu sudut pekarangan kompleks Mako Brimob. Sementara pusat pendidikannya ada di lahan bekas perkebunan teh di Megamendung, Bogor. Memasuki penghujung tahun 1964 pecah konfrontasi antara Rl dengan Federasi Malaja yang didukung Inggris. Terkait hal itu Menpor kembali diminta pimpinan ABRI mengirimkan salah satu kompinya ikut dalam sejumlah misi penyusupan di Semenanjung Malaya. Sayang, tidak satupun misi tersebut yang berhasil. Malah sepertiga anggotanya tewas dan sisanya ditangkap musuh.
Selepas insiden G30S, Resimen Tjakrabhirawa dibubarkan (1966). Sebagai konsekuensinya, para anggotanya yang berasal dari Menpor harus kembali bergabung kepada satuan induknya. Merasa dirinya adalah unit elit, para anggota Menpor eks Resimen Tjakrabhirawa tak mau dilebur kembali ke dalam Menpor sehingga timbul gejolak di dalam Brimob. Untuk mengatasinya pimpinan Brimob kala itu lantas menghidupkan kembali Bataljon Pelopor 32 sebagai wadah para anggota Menpor eks Resimen Tjakrabhirawa.
Atas inisiatif pimpinan Menpor dan Bataljon Pelopor 32, pada Juni 1967 dibentuk sekolah terjun payung Polri di Pusdik Brimob Watukosek. Karena pada saat berdiri sekolah ini masih minim fasilitas maka kegiatan pendidikannya dilakukan di Pangkalan Udara Halim Perdanakusumah, Jakarta dan kawasan Lido, Bogor. Satuan yang beruntung mencicipi program pendidikan kejuruan ini adalah Bataljon Pelopor 32. Setelah menamatkan pendidikannya Bataljon Pelopor 32 berganti nama jadi Bataljon 32 Para Brimob. Namun saat jumlah anggota Brimob disusutkan pada akhir dekade 1960-an maka Bataljon Para 32 juga mengalami penciutan kekuatan (1969). Di lain pihak, Menpor bernasib lebih baik. Beberapa kali ikut Menpor diijinkan mengikuti beraneka kursus komando di lingkungan ABRI dan sejumlah operasi lawan insurjensi di Irian Jaya (1969) dan Timor Timur (1976). (Hanung JP).
Penulis : Rexi
Editor : Tahang
Publish : Tahang
from TRIBRATANEWS POLDA KEPRI https://ift.tt/2qMEClK
via
Tidak ada komentar