Meretas Kesalahan Dalam penalaran (1) https://ift.tt/eA8V8J
Tribratanews.kepri.polri.go.id – Logical Fallacy adalah kesalahan dalam penalaran, dalam menyatakan argumen atau melakukan penalaran. Dan kini hal tersebut terjadi cukup sering. Hal ini seringkali kita temui pada aksi politisi-politisi yang “kotor” dan media-media yang “tidak netral” yang seringkali menggunakan logical fallacy ini sebagai penguat argumen atau sebagai pembenaran.
Logical Fallacy di bagi dalam beberapa jenis yaitu :
Strawman
Yaitu, Anda menyalahartikan argumen seseorang agar argumen tersebut lebih mudah diserang. Anda melebih-lebihkan, menyalahartikan, atau bahkan secara total memalsukan argumen seseorang, sehingga lebih mudah untuk membuktikan bahwa pendapat Anda-lah yang rasional atau benar.
Strawman termasuk perbuatan dusta yang membahayakan pelakunya.
Contoh:
A: Jangan memprovokasi orang untuk menjelek-jelekkan pemerintah, meng-ghibah pemerintah
B: Mosok mengkritik saja tidak boleh.
Dalam hal ini B telah melakukan strawan karena A tidak pernah berbicara tentang mengkritik, akan tetapi bicara tentang memprovokasi, menjelekkan, dan meng-ghibah pemerintah. Sedangkan kita tahu bersama bahwa mengkritik itu tentu jauh berbeda dengan memprovokasi, ghibah, dsb.
Black or White
Anda memberikan dua alternatif pilihan saja padahal sebenarnya ada pilihan lain.
Contoh:
Agus berkata kepada Budi: “Kamu melarang saya mencela Doni, berarti kamu membela dia.”
Padahal bisa jadi Budi melarang Agus untuk mencela Doni itu karena beralasan bahwa mencela itu tidak ada manfaatnya dan hanya buang-buang tenaga. Bukan karena Budi membela Doni.
Mirip dengan contoh ini adalah: mereka yang melarang untuk mencela presiden Jokowi disebut sebagai Jokower, pendukung penguasa zhalim, dan sebagainya. Seolah hanya ada dua kubu: Kalau kalian tidak bersama kami, berarti kalian bersama mereka (Either you with us, or you with enemy).
Contoh lain:
- Lebih baik bicara kasar tapi tidak korupsi daripada sopan tapi korupsi. Padahal ada yang sopan dan juga tidak korupsi).
- Lebih berdosa curi uang rakyat daripada minum alkohol.
- Lebih baik gak berjilbab tapi gak korupsi daripada berjilbab tapi korupsi.
Anecdotal
Anda lebih memilih menggunakan pengalaman pribadi atau contoh yang sifatnya tertutup, daripada mengemukakan argumen yang valid.
Sering sekali orang lebih mudah percaya pada testimoni seseorang daripada data penelitian yang terkesan lebih kompleks. Testimoni ini tentu saja dimaksudkan untuk menggiring orang kepada opini tertentu sesuai moral cerita.
Contoh:
1. “Kakek saya merokok sejak remaja sampai sekarang, sehingga sudah lebih dari 40 tahun beliau merokok namun sampai hari ini sehat-sehat saja. Makanya jangan terlalu percaya dengan apa yang Anda baca mengenai bahaya rokok”.
- “Di daerah kami ada sekelompok orang yang berjenggot dan berjidat hitam, terlihat seperti orang yang alim namun ternyata mereka tidak bisa membaca Al Fatihah dengan benar”.
- “Saya pernah bertemu dengan seorang tokoh salafi, setelah kami berbicara panjang lebar, saya menangkap bahwa ternyata dia memang suka mengkafirkan orang yang tidak sepaham”.
Pada contoh pertama, ia ingin menggiring orang kepada opini bahwa merokok itu tidak selalu berbahaya.
Pada contoh kedua, ia ingin menggiring pada opini bahwa ternyata orang yang berjenggot dan berjidat hitam itu seringkali hanya penampilan luar saja.
Pada contoh ketiga, ia ingin menggiring orang pada pemahaman bahwa yang namanya salafi memang benar tukang mengkafirkan orang lain.
Appeal to Emotion
Anda lebih suka memanfaatkan respon emosional dari lawan diskusi daripada mengemukakan argumen yang valid.
Emosi manusia mencakup banyak hal mulai dari rasa iba/kasihan, cinta, takut, benci, bangga, rasa bersalah, marah, dan lain-lain.
Contoh:
A: “Berdasarkan perhitungan keekonomian di atas, Harga BBM harus dinaikkan karena harga minyak dunia sedang sangat tinggi”
B: “Apakah kamu tidak kasihan kepada para nelayan yang pencahariannya bergantung pada BBM?”
Di sini, B ingin menyanggah alasan A dengan memanfaatkan emosi A, yaitu rasa bersalah perihal nasib nelayan, bukan dengan memaparkan kekeliruan perhitungan dari A atau memberikan argumen lain yang membantah pendapat A.
Contoh lain:
A: Kita harus sabar menghadapi Belanda, tunggu sampai situasi berpihak kepada kita.
B: Bagaimana kalau keluargamu yang yang disiksa? Apa kamu masih bisa bilang sabar?
Di sini A sedang berargumen secara logis mengenai taktik, pertimbangan baik dan buruknya dalam menyerang musuh, namun B memanfaatkan sisi emosi dari A untuk membantah argumen tersebut.
Ad Hominem
Anda menolak sebuah argumen bukan karena isi argumennya, melainkan dari sisi personal orang yang membawa argumen itu.
Padahal seharusnya benar dan salah argumen bergantung pada isi agumen tersebut, terlepas dari siapa yang mengatakannya. Sebagaimana masyhur: unzhur maa qaala wa laa tanzhur man qaala (lihatlah apa yang dikatakan, bukan siapa yang mengatakan).
Fallacy ini induk dari beberapa cabang fallacy yang lain, sebagiannya insyaAllah akan ada penjelasannya di kesempatan berikutnya.
Contoh:
A: Berdasarkan bukti dan pemaparan saksi yang ada di persidangan, jelas bahwa pak RR tidak bisa dijerat dengan pasal itu, dengan demikian jelas beliau tidak bersalah.
B: Ya jelas kamu bilang begitu, karena kamu murid pak RR, sudah pasti membela.
Contoh lain:
X: Perkataan beliau dapat Anda lihat di kitab A, halaman sekian dan sekian.
Y: Bagaimana saya bisa percaya dengan ucapan seseorang yang bukan lulusan pesantren atau pendidikan agama?
NB:
Perlu diperhatikan bahwa tidak semua bentuk “mempertanyakan personal” dari pihak yang berargumen dapat dihukumi ad hominem. Ada yang namanya otoritas dalam suatu bidang ilmu tertentu, yang menjadi pertimbangan apakah pendapat seseorang dapat dipertimbangkan atau tidak, di luar substansi (isi) argumen.
Ad hominem terjadi jika sebuah argumen itu benar, namun ditolak dengan cara menyerang karakter personal pembawa argumen.
Penulis : Gilang
Editor : Tahang
Publish : Tahang
from TRIBRATANEWS POLDA KEPRI https://ift.tt/2K70eCf
via
Tidak ada komentar