Header Ads

Menakar Aspek Sosial Gadget (Literasi Polri) https://ift.tt/eA8V8J

Tribratanews.kepri.polri.go.id – DI zaman digital ini, siapa yang tidak mempunyai per­­angkat canggih HP smart­­phone.  Semua kalangan, tua maupun muda. Ekonomi atas, menengah, maupun ba­wah. Orang kota maupun desa.  Anak-anak, remaja, pemuda, sam­pai orang­ tua. Mayoritas masyarakat pas­ti memiliki HP smartphone.

Ke mana pun kita pergi, per­ang­kat canggih tersebut selalu me­nemani kita. Saat kerja, pe­gang HP. Saat di mobil, pegang HP. Saat di jalan, pegang HP. Sam­bil menunggu angkutan umum, pegang HP. Sambil me­ngen­darai motor, megang  HP. Bah­kan, di saat momen penting pun seperti sedang kuliah, meng­ajar, rapat, makan, ber­sa­ma keluarga, beranjak tidur, dan lain-lain, sambil pegang HP.

Hampir di semua lini ke­hi­dup­an, HP selalu menemani da­lam setiap detak hidupan. Ma­k­lum saja HP di era digital ini su­dah menjadi barang wajib se­ba­gai bagian dari masyarakat di­gi­tal. Menurut Sri Edi Swasono (2017), yang disampaikan da­lam per­kuliahan sistem eko­no­mi Se­ko­lah Pascasarjana UIN Sya­rif ­Hi­­dayatullah Jakarta be­b­­erapa bu­lan yang lalu, m­e­nga­ta­kan bah­wa HP smartphone  dan kuota su­dah menjadi ke­bu­tuh­an pri­mer yang harus di­pe­nuhi.

Penggunaannya pun tak ter­ba­­tas ruang dan waktu. Tak ter­ba­tas momen tertentu. Selama ma­sih ada kesempatan, kuota, si­nyal, dan persediaan baterai, se­la­ma itu pula akses internet te­tap bi­sa jalan. Ditambah lagi pe­rang har­ga kuota an­tar­ope­ra­tor dan tek­nis pemesannya yang berbau da­ring membuat ke­nyamanan peng­guna se­ma­kin termanjakan.

Akibatnya, semua orang si­buk dengan dunianya sendiri. Si­buk melakukan komunikasi ja­rak jauh. Sementara orang-orang yang ada di sekelilingnya men­jadi ter­abaikan. Jika sudah be­gi­ni, di sa­tu sisi lingkungan so­sial dalam ja­ringan terjaga. Na­mun, di sisi lain lingkungan so­sial yang nyata jus­tru malah terabaikan.

Berbagai Wajah Penggunaan Gadget
Sekitar setengah dekade ke be­lakang, sebelum marak HP smart­phone  terjangkau, ma­sya­ra­kat telah lebih dulu mengenal HP BlackBerry (BB) messenger. Wak­tu itu, di kalangan ma­sya­ra­kat begitu familier. Setiap per­ke­nalan dengan orang baru, se­te­lah mengenai identitasnya pa­da ujungnya terucap, ”boleh min­ta PIN BB-nya?”

Kalimat tersebut sering kali te­r­ucap dalam perkenalan. Hat­ta sekalipun dalam reklame dan span­duk berbau iklan sering me­ncantumkan nomor PIN Black­Berry. Setelah per­kem­bang­an teknologi cukup pesat, lam­bat laun keberadaan Black­Berry mulai tergeser dengan apli­kasi WhatsApp  yang datang dari Amerika. Serikat.

Sampai sekarang, ke­be­r­ada­an HP BlackBerry sudah tinggal sej­arah. Empat tahun yang lalu tu­tup alias gulung tikar, karena tak mampu bertahan melawan ke­rasnya persaingan teknologi in­formasi. Kini, aplikasi Whats­App  menjadi tuan di negeri ma­je­muk ini.

Penggunaan HP smartphone  ba­gi masyarakat memang ber­ba­­gai macam kepentingan di da­lamnya. Tidak sedikit ma­sya­ra­kat menggunakan HP untuk se­kadar melepas kepenatan se­te­lah seharian berjibaku de­ngan pekerjaan di kantor.

Penggunaan HP untuk me­le­pas kepenatan boleh dibilang wajar-wajar saja. HP di era se­ka­rang ini ibaratnya sahabat yang pa­l­ing dekat dengan semua pi­hak yang ada di sekeliling kita. Hat­ta sekalipun orang-orang ter­cinta di keluarga.

Sambil senderan, selonjor, atau tiduran ditemani se­cang­kir kopi dengan khusyuk secara sek­sama memelototi kotak ajaib. Sesekali tersenyum, ter­ta­wa, dan cemberut merespons be­r­bagai informasi, baik di grup WhatsApp  atau media sosial.

Setelah bosan merespons ber­bagai informasi dan selancar me­dia sosial, tak sedikit para peng­guna HP smartphone  meng­­alihkan perhatiannya ke games, yang pada umum disukai oleh sebagian besar anak remaja dan dewasa, namun sedikit se­ka­li orang tua.

Bosan dari kegiatan games, da­ri sebagian masyarakat se­di­kit se­kali untuk akses ilmu pe­nge­ta­hu­an, di antara mereka le­bih ba­nyak mengakses media so­sial. Me­nurut hasil survei INFID (In­ter­n­asional NGO Fo­rum on In­do­nesia De­ve­lop­ment) tahun 2016, di enam kota be­sar di In­do­ne­sia, yakni Ban­dung, Yog­ya­kar­ta, Surakarta, Su­rabaya, Pon­ti­anak, dan Ma­kas­sar me­nye­but­kan bahwa peng­gunaan lini ma­sa (media so­sial) yang paling ­do­mi­nan di­gu­nakan adalah Face­book, Twit­ter, dan YouTube un­tuk ber­tu­kar informasi secara ce­pat dan murah.

Lalu, hasil survei tersebut me­ngatakan dari total res­pon­den, 1.200 responden berusia 15-30 tahun, 60,4% setiap hari meng­akses internet, 7,4% 3-4 ha­ri seminggu, 2,1% 1-2 hari se­minggu, 16,4% jarang meng­ak­ses internet, dan 13,8% tidak ta­hu menahu soal dunia maya. Ak­ti­­vitas yang paling sering di­la­ku­kan anak muda adalah mem­bu­ka laman media sosial 31,3%, 21,8% komunikasi surat elek­tro­nik, 18,1 % akses portal be­ri­ta, 13,2% hiburan, 7,7% belanja ke­bu­tuhan sehari-hari, 8% ti­dak ta­hu cara mengakses internet.

Dan flatform  linimasa yang di­gunakan meliputi FaceBook  64,8%, YouTube  6,3%, Twitter  5,9%, Blog  0,5%, 22, 5% lain-lain. Untuk mengakses internet anak muda saat ini lebih banyak meng­gunakan HP 87,8%, jasa war­net 5,8%, jaringan internet di rumah 3,6%, kantor 1,6%, dan 1,3% tidak menjawab s­e­ba­gai­mana yang dikutip oleh me­dia cetak Suara Muhammadiyah  edi­si 16-31 Januari 2017.

Sementara menurut hasil sur­­­vei CSIS, sebagaimana yang di­­­ku­tip oleh media cetak Suara Mu­­­ham­madiyah  edisi 2 Januari 2018, me­nyebutkan bahwa 81,7% mi­le­nialis  memiliki Face­book , 70,3% meng­gunakan Whats­­­A­pp ,  54,7% me­miliki Ins­ta­­­gram. Alhasil, peng­gunaan me­­dia sosial me­nem­pati angka yang pa­ling tinggi jauh dari ke­per­luan un­tuk men­ca­ri ilmu pengetahuan.
Di kalangan penggiat dak­wah dan pendidikan, media so­sial menjadi sarana untuk meng­edukasi warganet yang ke­ba­nyakan anak-anak muda yang sedang mencari jati diri. Bah­kan, beberapa tokoh ba­nyak fokus menggarap media so­sial seperti KH Abdullah Gym­­nastiar yang banyak me­ngu­pas manajemen Qolbu, KH Ari­fin Ilham dengan zikir dan na­si­hatnya. Ustaz Yusuf  Man­sur dengan upload  video-vi­deo­nya. Ustaz Felix Siau dengan na­si­hat gaya remajanya.

Belakangan, muncul nama Us­taz Adi Hidayat, Ustaz Hanan Ata­ki, dan Ustaz fenomenal, ya­itu Ustaz Abdul Somad yang kini se­dang sibuk safari dakwah ke ber­bagai daerah di Indonesia bah­kan mancanegara. Lengkap de­ngan segala penerimaan dan pe­nolakannya terhadap dak­wah UAS tersebut.

Di tengah-tengah hiruk-pikuk penggunaan media sosial dan aplikasi HP smartphone,  ada juga masyarakat yang me­man­faat­kan untuk kegiatan jual-beli on­line, pengawasan kerja lewat grup WhatsApp, iklan berbagai ma­cam kepentingan, trans­por­tasi online, kuliah online, mo­bi­li­sa­si massa untuk kepentingan ter­tentu sampai kegiatan n­e­ga­tif yang belakangan ada akun me­­dia sosial digunakan untuk ke­giatan LGBT dan transaksi ge­lap lainnya.

Menurut Yunahar Ilyas, orang baik tidak boleh banyak diam. Di antara untuk meng­imbangi akun yang menyebar in­formasi negatif maka ma­sya­ra­kat hendaklah membuat tu­lis­an mencerahkan, me­mo­ti­va­si, menggugah, dan menyadarkan.

Satu berita negatif dilawan dengan sepuluh berita positif. Jika diam saja, khawatir berita-be­rita yang tidak sehat di­ang­gap sehat. Berita yang tidak baik di­anggap baik. Tulisan tersebut tak usah panjang-panjang, te­ta­pi singkat, padat, dan jelas.

Aspek Sosial Gadget yang Terancam
Penggunaan beragam HP smart­phone  yang tidak terbatas pada ruang dan waktu itu. Lam­bat laun menggusur ruang s­o­sial di sekelilingnya. Meski de­ngan dalih untuk kepentingan pe­kerjaan, tetap saja ruang so­sial di mana ia tinggal dan ber­gaul jadi semakin sempit.

Dalam jangka panjang, p­e­ri­la­ku menggunakan kuota HP smart­phone  yang tidak ter­kon­trol dilihat dari sisi finansial akan menjadi masalah berupa pem­borosan. Bagi pasutri, mung­kin saja dapat meng­gang­gu keharmonisan rumah yang ti­dak sedikit berujung pada pen­ceraian. Bahkan, menurut Ke­menag, angka penceraian di In­donesia cukup tinggi.

Dari tahun ke tahun angk­a­nya terus mengalami kenaikan. Di Cianjur, data Agustus 2017, ang­ka gugatan penceraian men­ca­pai 6.000 kasus dan 2.500 su­d­ah ditangani pihak terkait ser­ta sisanya masih dalam tahap pro­ses. Sebagian besar gugatan ka­rena masalah ekonomi yang ber­ujung KDRT dan di daerah lain seperti Indramayu, Bekasi, De­pok, Sukabumi, Sulteng, NTB, dan lain-lain.

Penggunaan kuota HP smart­phone, bagi yang belum pu­nya pasangan me­mung­kin­kan berbagai peluang akan di­da­patinya. Pertama, kuota paket in­ternet yang ia beli akan me­mu­dahkan untuk mencari in­for­masi dalam rangka me­ngem­bang­kan potensi jati dirinya.

Misalnya, mengikuti ber­ba­gai lomba, audisi bakat dan mi­nat, mengirimkan paper, in­for­ma­si seputar usaha, dll. Kedua, kuo­ta yang dibeli me­mung­kin­kan akan digunakan untuk s­e­sua­tu yang kurang bernilai po­si­tif. Pilihan orang membuka in­ter­net, pada posisi krusial akan me­ngerucut menjadi dua ke­pen­tingan. Pertama untuk ke­giat­an positif dan kedua untuk ke­giatan negatif. Semua ber­pu­lang bagaimana mendudukan per­­an internet tersebut.

Selain itu, pada posisi ma­nu­sia sebagai makhluk sosial. Se­ring kita temukan berbagai ke­ada­an yang kurang enak di­pan­dang. Pada saat kita naik bus ham­pir dipastikan semua orang asyik dengan HP smartphone  masing-masing. Hampir tak pe­duli dengan keberadaan orang-orang yang ada di sekitarnya.

Begitu naik kereta pun ham­pir sama asyik dengan dunianya sen­diri. Walaupun di antara me­re­ka ada mencoba untuk men­ja­lin interaksi sosial, tentu minim jum­lahnya. Begitu juga di tempat-tempat umum lainnya ham­pir bisa dipastikan dalam ko­ndisi yang sama.

Di sisi lain, orang-orang yang m­e­lakukan demikian tentunya mem­punyai kepentingan ut­a­ma dibandingkan sekedar ber­bin­cang dengan orang yang ada di sekitarnya. Asyiknya dengan du­nia sendiri terkadang mem­ba­wa manfaat yang besar untuk ke­amanan diri sendiri di tempat umum. Pada situasi yang lain jus­tru bisa membawa dampak ne­gatif bagi dirinya manakala ber­main HP di tempat umum yang kurang aman.

Dalam konteks tersebut, ber­pu­lang bagaimana kita me­nge­lola keadaan agar tidak me­nim­bulkan ancaman ke­aman­an bagi dirinya. Namun, di era di­gital sekarang ini, bermain HP di tempat umum sudah lumrah ter­jadi bahkan seperti parade ber­main HP di tempat-tempat umum yang sebenarnya dilihat da­ri kacamata sosiologi kurang elok dipandang.

Namun, bagi para pe­mang­ku ke­­bijakan di tiap-tiap ins­tan­­si  atau karyawan tertentu, peng­­gu­­na­an HP di tempat-tem­­p­at umum justru sebagai bu­k­ti tang­gung jawab pe­ker­ja­an yang bisa di­­informasikan le­wat grup WhatsApp.

Oleh karena itu, hadirnya grup WhatsApp   bagi sebagian ka­­langan sangat membantu da­lam pekerjaan sehari-hari, tan­pa terjun langsung ke lapangan. Bag­i pimpinan bisa mend­a­pat­kan informasi walaupun untuk me­mastikan harus cek lang­sung ke lapangan. Tapi, se­ti­dak­n­ya sudah mendapatkan gam­ba­ran umum akan kondisi s­e­sua­t­u yang terjadi di lapangan.

Bagi pemerintah Kabupaten Le­bak, misalnya, pada saat ter­jadi gempa (23/01/2018) pukul 13.34 WIB dengan tidak lang­sung menyaksikan kondisi di la­pang­an. Sudah bisa me­nya­k­si­kan lewat foto atau video yang di-publish  di grup WhatsApp.

Dalam momen-momen ter­ten­tu yang membutuhkan kon­sen­trasi, kita masih banyak me­nyaksikan seseorang yang asyik se­dang bermain HP. Sekalipun da­lam momen rapat, seminar, ku­liah, mengajar, diskusi, dan lain-lain tetap mencari celah un­tuk bisa membuka HP.

Pemandangan yang tidak enak dipandang pun bisa kita sak­sikan pada saat pejabat pe­me­r­intah diundang ke stasiun te­levisi dalam rangka men­dis­ku­si­kan persoalan bangsa, ma­sih bersikap asyik dengan du­nia­nya masing-masing. Se­men­ta­ra persoalan yang ada di de­pan­nya menunggu untuk di­tun­taskan dan persoalan lain yang masih dalam bayang-bayang teknologi informasi men­­d­apat giliran berikutnya.

Jika sudah seperti yang su­dah dijelaskan di atas, posisi ma­n­­u­sia sebagai makhluk s­o­sial akan terancam kesehatan so­sial­nya. Secara sosiologis sud­ah ba­nyak penelitian yang meng­ung­kap masalah interaksi sosial.

Salah satunya bahwa orang yang sering terlibat aktif  de­ngan kelompok sosial ma­sya­ra­kat, banyak berinteraksi, ber­­ada di tengah-tengah ker­u­mun­an sosial masyarakat, meng­­hadiri acara-acara ter­ten­­tu mempunyai dampak pa­da kondisi kesehatan mental psi­kis yang dapat menurunkan tingkat stres. Dan, jika stres bisa ditekan, penyakit pun bisa terhindar dari ke­ada­a­n jiwa kita.

Jalinan interaksi sosial yang me­rupakan tabiat ma­nu­sia ti­dak bisa hidup sendiri akan ter­buka dengan sen­di­ri­nya. ­Ma­na­ka­la mau me­nya­dari pen­ting­nya ber­ma­sya­ra­kat dalam  ber­bagai lapisan so­sial ma­sya­ra­kat. Semoga ke­ha­dir­an HP smart­phone  mem­ba­wa jalinan yang lebih erat, ­t­i­dak mengikis as­pek sosial yang selama ini di­te­ngarai banyak terjadi. (Asep)

Penulis : Gilang

Editor : Edi

Publish : Tahang



from TRIBRATANEWS POLDA KEPRI https://ift.tt/2PQKDZZ
via

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.