Header Ads

Pro Kontra Perppu Terorisme https://ift.tt/2tOLWOQ

Tribratanews.kepri.polri.go.id – Serangan teroris secara beruntun membuat Presiden Joko Widodo mewacanakan menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) tentang Penanggulangan Terorisme. Presiden Jokowi menegaskan, amandemen UU Terorisme itu penting dilakukan karena merupakan sebuah payung hukum yang penting bagi aparat, khususnya Polri agar bisa menindak tegas dalam pencegahan maupun dalam tindakan. Akan tetapi, pernyataan Jokowi itu mendapat kritik dari Ketua Pansus RUU Terorisme, Muhammad Syafii. Politikus Partai Gerindra itu berkata, presiden tidak semestinya mengeluarkan pernyataan semacam itu di tengah-tengah pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Terorisme. Sebab, menurutnya, pemerintah juga ikut andil dalam pembahasan regulasi itu. Syafii menyatakan, pemerintah belum mau menerima usulan tambahan frasa “tujuan politik, motif politik atau ideologi” dalam definisi tindakan terorisme. Padahal, menurut Sayfii, definisi tersebut telah disetujui oleh Polri, BNPT dan TNI dan pembahasan RUU Terorisme juga menjadi usulan pemerintah setelah peristiwa teror bom Thamrin pada 2016. Saat itu, menurut dia, DPR ingin pemerintah mengeluarkan Perppu sebagai tindakan cepat.

Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly, pada 21 Januari 2016, menyatakan alasan pemerintah mengusulkan revisi UU tersebut guna mempercepat terbentuknya payung hukum bagi penanggulangan terorisme. Khususnya pada pencegahan. Sebab, jika melalui Perppu akan memicu kontroversi dan memperlambat jalannya proses pemberantasan terorisme.  Anggota Pansus RUU Terorisme dari Fraksi PKS, Nasir Djamil, menilai penerbitan Perppu dapat keluar dari esensi pembuatan RUU terorisme yang berfokus pada penindakan, pencegahan dan penanganan korban. Lebih lanjut, kata Nasir, Perppu juga rawan disalahgunakan oleh rezim sebab tidak melibatkan masyarakat dan DPR dalam pembentukannya, seperti halnya dalam pembuatan Undang-Undang.

Berbeda dengan kedua anggota Pansus RUU Terorisme tersebut, Anggota Pansus dari Fraksi Golkar, Dave Laksono mendukung langkah pemerintah menerbitkan Perppu. Menurutnya, langkah itu bisa menjadi solusi di tengah kegentingan serangkaian teror yang terjadi akhir-akhir ini. Dukungan juga disampaikan Menteri Pertahanan, Ryamizard Ryacudu. Menurutnya, keputusan Jokowi harus disambut baik sebagai upaya memperkuat aparat keamanan dalam menangani terorisme yang semakin nyata mengancam negara ini. Ryamizard pun meminta kepada masyarakat agar tidak meributkan rencana Jokowi tersebut demi tetap menjaga soliditas bangsa memberantas terorisme.

Langkah Jokowi ini juga mendapat dukungan dari 14 ormas Islam yang tergabung dalam Lembaga Persahabatan Ormas Islam (LPOI). Mereka berpandangan pemerintah penting mengeluarkan Perppu apabila revisi UU Terorisme tak kunjung disahkan. Mengenai pernyataan Ketua DPR RI, Bambang Soesatyo yang menyatakan bahwa persoalan belum disahkannya RUU Terorisme ada pada pemerintah, Lutfi mengatakan sebagai bagian dari rakyat, LPOI hanya ingin RUU itu disahkan. Menurut dia, aturan yang ada sekarang sangat tidak memadai untuk menangani terorisme, dan terbukti aksi-aksi teror masih terjadi. Jadi jangan hanya menyalahkan Polri, menyebut BIN kecolongan. Mereka sudah bekerja, tertangkapnya ratusan teroris salah satu buktinya, tapi aturan hukumnya memang tak memadai tambah Lutfi.

Polisi Masih Punya Wewenang Lebih

Wakil Direktur Imparsial, Ghufron Mabruri menilai, Presiden Jokowi belum perlu mengeluarkan Perppu. Alasannya, kata dia, di UU 15/2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, aparat kepolisian masih mempunyai wewenang yang cukup untuk menindak terorisme. Wewenang tersebut, kata Ghufron, seperti melakukan penahanan untuk keperluan penyidikan setelah terdapat bukti permulaan yang cukup dan menggunakan informasi intelijen untuk memperoleh bukti permulaan karena bagaimana pun, UU harus dibuat berdasarkan prinsip-prinsip hukum negara, sesuai demokrasi dan tetap menghormati HAM. Selain itu, kata Ghufron, yang perlu dipikirkan hari ini adalah aparat keamanan dan institusi lain bisa mengoptimalkan upaya deteksi dini dan pencegahan ancaman terorisme daripada membuat Perppu yang dapat menjadi blunder politik di masa depan. Hal senada juga diungkapkan Pengamat Terorisme dari Universitas Bhayangkara, Ali Ashgar. Ia menilai pemerintah sebaiknya tetap meneruskan pembahasan RUU Terorisme ketimbang menerbitkan Perppu. Sehingga, ke depannya negara ini bisa menghasilkan peraturan yang komprehensif sebagai payung hukum penindakan terorisme.

Penulis : Rexi S

Editor : Edi

Publish : Tahang



from TRIBRATANEWS POLDA KEPRI https://ift.tt/2Kjqsod
via

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.