Header Ads

Stop Bullying, Hargai Martabat Sesama Manusia https://ift.tt/eA8V8J

Tribratanews.kepri.polri.go.id – Candaan seperti : “Gendut! Badannya kayak kulkas dua pintu!” hingga terbesit dalam hati kecil koban bullying, “Apa salah saya sampai teman-teman segitunya? Apa berbadan jumbo haram dan dilarang Undang-undang?”

Adapula cerita seorang kawan. Dia tampak tak pernah ambil pusing ketika dibully teman-temannya. Dia selalu terlihat santai dan tersenyum menanggapi bully-an. Teman-temannya pun semakin gemas melihat dia yang tak pernah marah ketika dijadikan bahan candaan. Jenis bully yang dia alami biasanya berupa body shaming atau mengejek bentuk tubuh. 

Becandaan serupa memang selalu dianggap remeh. Alih-alih hanya becanda, pelaku bullyingseringkali tak mempedulikan lagi perasaan orang lain. Bahkan, label “dilarang baper (bawa perasaan)” seakan semakin menghalalkan bullying. Jika ada yang tersinggung, maka serempak akan menyebut orang tersebut terlalu baper dan nggak asik. Becanda dan dilarang baper kini tampaknya menjadi satu paket yang tak bisa dipisahkan.

Komnas Ham menegaskan bullying mempunyai dampak negatif, misalnya dapat menimbulkan trauma maupun tekanan psikologis. Namun, selama ini korban bullying cenderung diam karena tindakan ini masih dalam ranah abu-abu. Dari data Komnas HAM, sebanyak 80 persen pelajar mengalami kekerasan di sekolah, baik secara verbal maupun fisik. Kasus lain yang mendukung angka tersebut yakni tindak kekerasan, pelecehan, serta tawuran pelajar.

Bullying, menurut Komnas HAM, merupakan tindahkan merendahkan martabat pada anak secara psikis dan memiliki tingkatan hukum bervariasi. Langkah hukum baru akan dilakukan ketika terjadi kekerasan fisik. Namun faktanya, belum banyak aturan hukum yang mengaturnya. Kasus hukum tersebut dimasukkan dalam ranah etika dan moral. Berdasarkan data yang dirilis Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), angka kasus kekerasan anak di Indonesia tertinggi, yakni mencapai 84 persen. Indonesia berada di atas negara lain seperti Vietnam (79 persen), Nepal (79 persen), Kamboja (73 persen), dan Pakistan (43 persen).

Belakangan, bullying berupa kekerasan fisik semakin marak. Terutama saat pelaksanaan masa orientasi siswa baru, ospek, atau pendidikan dan pelatihan yang dilakukan institusi pendidikan. Pelaku bullying biasanya berasal dari senior. Alih-alih melatih mental “anak baru”, tindakan mereka justru seringkali membahayakan hingga merenggut nyawa korban.

Maka, berhentilah membully teman-teman kita dengan mengatasnamakan becanda belaka. Selain bisa berakibat fatal, bully merupakan tindakan yang merendahkan martabat sesama manusia. Bukankah kita juga selalu ingin dihargai? Kalau sudah berakibat fatal baru menyesal ! Semoga Bermanfaat.

Penulis          : Gilang

Editor              : Edi

Publish          : Tahang



from TRIBRATANEWS POLDA KEPRI https://ift.tt/2tRfZ8E
via

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.