Header Ads

Anda Gratifikasi?? Waspadalah.. Pasal Ini yang Akan Menjerat Anda Berikut Ancaman Pidananya !! https://ift.tt/eA8V8J

Anda Gratifikasi?? Waspadalah.. Pasal Ini yang Akan Menjerat Anda Berikut Ancaman Pidananya !! https://ift.tt/eA8V8J
Anda Gratifikasi?? Waspadalah.. Pasal Ini yang Akan Menjerat Anda Berikut Ancaman Pidananya !! https://ift.tt/eA8V8J
Anda Gratifikasi?? Waspadalah.. Pasal Ini yang Akan Menjerat Anda Berikut Ancaman Pidananya !! https://ift.tt/eA8V8J
Anda Gratifikasi?? Waspadalah.. Pasal Ini yang Akan Menjerat Anda Berikut Ancaman Pidananya !! https://ift.tt/eA8V8J

Tribatanews.kepri.polri.go.id – Menurut pasal 12 B, Undang-undang No.20 tahun 2001 tentang Perubahan UU No.31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana korupsi, secara tegas diterangkan bahwa “Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajibannya atau tugasnya.

Gratifikasi dalam penjelasan pasal 12 B tersebut diartikan merupakan “pemberian” dalam arti luas meliputi : pemberian uang, barang, discount, komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma dan fasilitas lainnya yang berhubungan dengan jabatan seorang Pegawai Negeri sipil. dan Gratifikasi tersebut baik yang diterima di dalam negeri maupun di luar negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik, semua pemberian tersebut dapat diancam dengan pidana “suap”.

Bahwa gratifikasi yang dilakukan jika ada hubungannya dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajibannya atau tugasnya, diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun atau penjara paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp.200.juta rupiah, dan paling banyak Rp.1 Milyard rupiah.

Berdasarkan batasan gratifikasi di atas, hampir dapat dipastikan semua Pegawai Negeri Sipil atau Penyelenggara Negara di negeri ini telah melakukan dan/atau menerima “SUAP” selama ia melakukan tugas sebagai pelayanan publik. Namun menurut hemat saya tidak semua “Gratifikasi” dapat memenuhi unsur dapat diancam pidana sebagaimana disebut di atas. Sepanjang “gratifikasi” tersebut terjadi tidak bertentangan atau berlawanan dengan kewajibannya atau tugasnya, sekalipun “gratifikasi” tersebut berhubungan dengan jabatannya baik sebagai Pegawai Negeri Sipil atau Penyelenggara Negara, gratifikasi tersebut tidak memenuhi unsur dapat diancam dengan pidana. Karena unsur “berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajibannya” adalah merupakan unsur yang integral atau satu kesatuan unsur yangtidak dapat dipisahkan. Misalnya seorang hakim dalam memutus suatu perkara yang dilakukannya secara obyektif yaitu sesuai dengan fakta hukum/alasan hukum dan sesuai dengan keyakinan dan rasa keadilannya, kemudian terhadap putusan tersebut ada pihak yang bersimpati dengan memberikan “gratifikasi”, maka hakim tersebut tidaklah dapat dikatakan telah menerima “suap”. Misalnya lagi pada saat lebaran sekarang ini, budaya pemberian parsel kepada seorang pejabat atau pegawai negeri sering banyak dilakukan. Parsel tersebut diberikan seseorang boleh jadi ada hubungannya dengan pekerjaan penyelenggara negara atau pegawai negeri bersangkutan, namun tidak automatis pemberian parsel tersebut selalu harus ditafsirkan ada unsur berlawanan dengan tugas dan kewajibannya. Jadi kata kunci pemberian suap dalam pengertian “gratifikasi” adalah jika gratifikasi itu terjadi yang bertentangan atau berlawanan dengan kewajiban dan tugasnya selaku pegawai negeri sipil atau penyelenggara.

Berikut isi pasal yang mengatur tentang gratifikasi :

Pasal 12 B

1) Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggaran negara dianggap pemberian suap,

apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya, dengan ketentuan sebagai berikut :

a.   yang nilainya Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) atau lebih, pembuktian bahwa gratifikasi

tersebut bukan merupakan suap dilakukan oleh penerima gratifikasi;

b.   yang nilainya kurang dari Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah), pembuktian bahwa gratifikasi tersebut suap dilakukan oleh penuntut umum.

(2) Pidana bagi pegawai negeri atau penyelenggaran negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun, dan pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).

Pasal 12 C

(1) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 B ayat (1) tidak berlaku, jika penerima melaporkan gratifikasi yang diterimanya kepada Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

(2) Penyam,paian laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib dilakukan oleh penerima gratifikasi paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja terhitng sejak tanggal gratifikasi tersebut diterima

(3) Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja sejak tanggal menerima laporan wajib menetapkan gratifikasi dapat menjadi milik penerima atau milik negara.

(4) Ketentuan  mengenai tata cara penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan penentuan status gratifikasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) diatur dalam Undang-undang tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Penulis : Rexi

Editor     : Edi

Publish : Tahang



from TRIBRATANEWS POLDA KEPRI https://ift.tt/2IpwzDs
via
via Blogger https://ift.tt/2NNwbEJ

via Blogger https://ift.tt/2QhF1qO

via Blogger https://ift.tt/2xXYtS9

via Blogger https://ift.tt/2zETOXp

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.